Saturday, October 6, 2012

HUKUM BUNGA BANK DALAM PANDANGAN ISLAM

HUKUM BUNGA BANK DALAM PANDANGAN ISLAM

Posted on oktober 6, 2012


Oleh: Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA
Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Tk. I MUI-SU

A. Riba Haram
Dalam kamus al-Mu`jam al-Wasith, jilid I karya Dr. Ibrahim Anis dkk. dijelaskan bahwa riba secara etimologis berarti kelebihan dan tambahan (al-fadhl wa az-ziyadah), sedang menurut syarak adalah kelebihan (tambahan) tanpa imbalan yang disyaratkan kepada salah satu dari dua orang yang melakukan akad. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam jilid V, karya Drs. H. A. Hafizh Dasuki, MA, dkk dijelaskan bahwa para ulama fikih mendefinisikan riba sebagai “Kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada imbalan/gantinya.” Maksudnya, tambahan terhadap modal uang yang timbul sebagai akibat suatu transaksi utang piutang yang harus diberikan terutama kepada pemilik uang pada saat utang jatuh tempo.

Memang dalam berbagai kitab fikih ditemukan definisi tentang riba yang sedikit banyaknya berbeda antara satu dengan lainnya oleh para ulama
. Namun, setelah mengemukakan beberapa definisi tersebut, Muhammad Baiba dalam kitabnya, al-Adillah al-Wafiyah fi Idhah al-Mu`amalat ar-Ribawiyah, halaman 21 menyimpulkan bahwa pada hakikatnya pengertian riba di kalangan ulama dari berbagai mazhab sama. Mereka berbeda pada redaksi saja. Muhammad Baiba menjelaskan pula bahwa umat telah ijmak (sepakat) atas haramnya riba. Tidak ada yang berpendapatr lain tentang hukum riba. Imam an-Nawawi juga dalam kitabnya, Syarh al-Muhazzab, jilid IX halaman 391 menjelaskan ijmak kaum Muslim tentang haramnya riba. Muhammad Baiba juga menegaskan bahwa banyak sekali ulama yang menerangkan tentang ijmak atas haramnya riba. Dari ulama kontemporer, Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam kitabnya, Fawaid al-Bunuk Hiya ar-Riba al-Haram, halaman 14 menegaskan bahwa Islam sangat mengharamkan riba melalui nash-nash yang jelas dengan kandungan makna yang pasti (qath`i).
Adapun dalil haramnya riba dari Alquran antara lain adalah surat al-Baqarah ayat 275, “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”; surat Ali Imran ayat 130, “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” Dalam surat al-Baqarah ayat 278 ditegaskan agar meninggalkan sisa riba, “ Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak menunaikannya (perintah tinggalkan ini) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.”
Sementara itu, Nabi saw. dengan berbagai ungkapan banyak sekali mengeluarkan larangan praktik riba. Antara lain adalah hadis riwayat Muslim, Abdullah berkata : Rasul saw. melaknat orang yang memakan riba dan yang memberikan riba.” Dalam riwayat Muslim juga diterangkan oleh Jabir bin Abdullah ra. : Rasul saw, melaknat orang yang memakan riba, orang yang memberinya, orang yang menulisnya, dan dua orang yang menjadi saksinya.” Dengan ungkapan lain al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasul saw. bersabda : “Hindari kamulah tujuh hal yang membinasakan. Mereka (para sahabat) bertanya, “ Apa itu ya Rasul? Rasul saw, menerangkan: Syirik kepada Allah, sihir, membunuh orang yang diharamkan Allah tanpa hak, dan memakan riba. Demikianlah seterusnya banyak sekali hadis tentang larangan melakukan riba dan haramnya hasil riba.

B. Bunga Bank Sama Dengan Riba
Selanjutnya timbul pertanyaan, apakah bunga bank sebagaimana yang dipahami secara konvensional dewasa ini sama dengan riba. Sistem bank konvensional tidak ada di masa Rasul, bahkan tidak ditemukan di zaman klasik dan pertengahan, Menurut sementara informasi, bank konvensional pertama sekali didirikan pada tahun 1157 M di Itali. Kemudian, sistem ini berkembang pada seperempat terakhir dari abad XVI dan mulai masuk ke negeri-negeri Islam pada akhir abad XIX. Oleh karena tidak tidak ditemukan di zaman Rasul, maka tidak ditemukan pula nash yang jelas tentang hukum bunga bank konvensional. Bahkan, dalam literatur klasik dan zaman pertengahan pun tidak ditemukan.
Sebagai pedoman hidup sepanjang zaman, Islam harus mempunyai sikap terhadap bunga bank. Suatu hal perlu diingat, bahwa dalil hukum dalam Islam itu tidak hanya Alquran dan Hadis. Selain itu ada ijmak, qiyas (analogi), mashlahah mursalah, istihsan, istishhab, uruf, syar`u man qablana, dan pendapat sahabat Nabi, Lebih daripada itu, dalam menetapkan hukum, Islam memiliki sejumlah kaedah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus-kasus yang timbul dalam masya-rakat. Dalam menerapkan dalil dan kaedah ini para ulama menggunakan ijtihad mereka yang kadang-kadang berakhir dengan perebedaan pendapat. Karena itu, mengenai hukum bunga bank juga terjadi perbedaan pendapat. Meskipun sejak lama sudah banyak ulama yang meng-haramkannya, namun masih ada yang memandangnya tidak sama dengan riba. Misalnya, Muhammad Baiba, Yusuf al-Qardhawi, Abu al-A`la al-Maududi, H.Nukman Sulaiman, H. Hamdan Abbas, dan sejumlah ulama telah lama memandang bung bank sama dengan riba. Akan tetapi, Rasyid Rida, A. Hassan, dan M. Qjuraish Shihab memandang keduanya berbeda sehingga hukumnya pun berbeda. Bahkan, di MUI Tk.I SU sendiri masalah hukum bunga bank dibicarakan pada tahun 1985 dan 2003 dan hasilnya masih tidak sepakat atas keharamannya. Akan tetapi, dengan keluarnya fatwa MUI Pusat tentang keharaman bunga bank tahun 2003, maka seluruh MUI tingkat daerah tunduk kepada fatwa MUI Pusat tersebut, termasuk MUI Tk.I SU.

C. Fatwa dan Konsensus Tentang Bunga Bank
Selain dari pendapat-pendapat para ulama secara pribadi mengenai haramnya bunga bank, telah terbentuk beberapa fatwa dan konsensus tentang haramnya bunga bank, baik dalam negeri maupun di luar negeri. Misalnya, Lembaga Pengkajian Islam Al-Azhar (Majma` al-Buhuts al-Islamiyah Al-Azhar) Mesir sejak lama telah mencapai konsensus tentang haramnya bunga bank. Pada tahun 1965 lebih dari 350 ulama dan pakar hukum Islam dari seluruh dunia melakukan pengkajian di Universitas al-Azhar. Ternyata mereka juga sampai kepada kesimpulan bahwa bunga bank termasuk riba yang diharamkan dalam Islam. Pada tahun 1985, Fiqh Academy negara-negara OKI juga menyim-pulkan keharaman bunga bank. Pada tahun 1979 Dar al-Ifta Arab Saudi; pada tahun 1986 Fiqh Academy Muslim World; dan pada tahun 1999 Mahkamah Syari`ah Pakistan semuanya berkesimpulan tentang haramnya bunga bank. Delapan belas fatwa dari keputusan-keputusan para mufti Mesir sejak tahun 1907 sampai 2002 hampir seluruhynya mengharamkan bunga bank.
Secara organisasi, pada tahun 1991 Persis telah menetapkan bahwa bunga bank adalah haram. Pada Muktamar di Bandar Lampung tahun 1992, Nahdhatul Ulama meminta PB NU untuk mengupayakan memiliki bank yang tidak mengandung unsur yang haram. Pada tahun 1998, Muhammadiyah telah menetapkan bahwa hukum bunga bank syubhat yang harus dihindari. Pada tahun 2001, Al-Washliyah menetapkan bunga bank termasuk riba dan hukumnya haram.Terakhir, pada tahun 2003 secara nasional MUI Pusat mengeluarkan fatwa tentang keharaman bunga bank.

D. Keabsahan Fatwa MUI Pusat
Badan yang membidangi hukum dalam MUI adalah Komisi Fatwa. Komisi Fatwa ini terdiri dari para ulama dan pakar hukum Islam. Fatwa MUI tentang haramnya bunga bank disepakati oleh ketua-ketua atau yang mewakili ketua komisi fatwa dari seluruh wilayah dan wakil-wakil dari ormas-ormas Islam, seperti NU, Muhammadiyah, dan Al-Washliyah. Oleh karena itu, para peserta ijtima` yang memutuskan fatwa tersebut adalah orang-orang yang berkompeten dari sudut akademis dan memiliki kewenangan legal di bidangnya secara organisatoris maka ijtihad mereka dalam bentuk fatwa hukum adalah sah. Bahkan, sebelum fatwa dalam skala nasional ini keluar, fatwa dalam sekala internasional pun sudah berulang kali dikeluarkan dalam berbagai kesempatan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Karena itu, keberatan dari sementara orang tentang fatwa ini tidak perlu menimbulkan keraguan. Apalagi, keberatan itu memang munculnya dari orang-orang yang cara berpikirnya dikenal sekuler, tentunya tidak perlu dipertimbangkan.
Kemudian, dalam kenyataan pun telah jelas bagaimana rapuhnya sistem bunga. Perjalanan perbankan konvensional di Indonesia cukup melelahkan. Kita tidak tahu sampai kapan program penyehatan perbankan yang menerapkan sistem bunga berlangsung. Meskipun telah banyak yang dilikuidasi, namun yang masih hidup terus menjadi beban nasional. Sebaliknya, bank-bank syariah sejauh ini belum ada yang memberati negara dan cenderung berkembang.
Secara historis, sistem bagi hasil berawal di Pakistan dan Malaysia pada tahun 1940-an dalam hal pengelolaan haji. Dalam bentuk embrio perbankan syariah mulai di Mesir pada dekade 1960-an yang berbentuk semacam lembaga keuangan unit desa. Pada tahun 1975 berdirilah Islamic Development Bank (IDB) yang sekarang banyak membantu lembaga-lembaga Islam di dunia, termasuk bidang pendidikan dan pertanian. Lembaga perbankan syariah terus berkembang sehingga pada akhir 1999 tercatat 200 buah di seluruh dunia, termasuk di Eropa, Amerika, dan Australia. Pada tahun 1992, sistem perbankan syariah mulai diterapkan di Indonesia berdasarkan UU No. 7 tahun 1992. Sekarang, bank-bank konvensional sendiri sudah banyak membuka divisi syariah di mana-mana. Ini merupakan bagian dari bukti kemaslahatan yang terkandung dalam sistem perbankan syariah.



TRANSLATE IN ENGLISH :






LEGAL INTEREST IN THE VIEWS OF ISLAMIC BANKPosted on October 6, 2012By: Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MAVice Chairman of the MUI Fatwa Commission Tk. I MUI-SUA. Riba HaramIn the dictionary of al-Mu `at al-Wasith, Volume I by Dr.. Anis Ibrahim et al. explained that usury is etymologically means excess and additional (al-Fadl wa az-ziyadah), while according to syarak is the excess (extra) without the required return to one of the two people who did the contract. In Encyclopedia of Islamic Law Vol V, by Drs. H. A. Hafiz Dasuki, MA, et al pointed out that the jurists define riba as "excess property in a muamalah with no return / exchange." Means, in addition to the capital money arising out of a transaction which debts should be paid especially to the owner of money on when the debt matures.It is found in various books of fiqh definition of usury are somewhat different from one another by the scholars. However, having said some of that definition, Baiba Muhammad in his book, al-al-Wafiyah fair Idhah fi al-Mu `amalat ar-Ribawiyah, page 21 concluded that essentially usury understanding among scholars from different schools of the same. They differ only in the editor. Baiba Muhammad also explained that people have ijma (unanimous) on illicit usury. Nothing else berpendapatr usury law. Imam an-Nawawi also in his book, Sharh al-Muhazzab, Volume IX, page 391 describes the ijma of the Muslims about the illicit usury. Baiba Muhammad also confirmed that many of the scholars who explain about his illegitimate Consensus on usury. Of contemporary scholars, Dr. Yusuf al-Qaradawi in his book al-Bunuk FAWAID Hiya ar-Riba al-Haram, page 14 asserts that Islam forbids riba through the clear texts which contain a definite meaning (qath `i).The prohibition of riba arguments from the Qur'an include a letter al-Baqarah verse 275: "And God justifies trading and forbidden usury ..."; letters Ali Imran verse 130, "O ye who believe ye devour usury with doubled and fear in Allah that ye may prosper. "In Surat al-Baqarah verse 278 confirmed order of war," O ye who believe fear Allah and leave the rest of usury if ye are believers. If you do not perform the prayer (command leave it) then know that Allah and His Messenger will fight you. "Meanwhile, the Prophet. with different expressions aplenty ban the practice of usury. Among others is the hadith narrated by Muslim, Abdullah said: Apostle of Allah. curse those who devour usury and giving usury. "In Muslim history is also explained by Jabir bin Abdullah ra. : Apostle of Allah, curse those who devour usury, the one who gives, who wrote it, and the two people who become witnesses. "Put differently al-Bukhari and Muslim narrated that the Messenger of Allah. He said: "Avoid the seven things that destroy ye. They (the Companions) asked, "What is that O Messenger of God? The Apostle of Allah, explained: Shirk to Allah, magic, killing people without any rights which Allah has forbidden, and devour usury. So so so many traditions about the ban on usury and haraam riba results.B. Equal Bank Interest RibaFurthermore, the question arises, whether the bank rate as conventionally understood today is the same as usury. Conventional banking system does not exist in the Apostle, was not even invented in antiquity and the Middle Ages, according to provisional information, the first conventional bank once established in the year 1157 AD in Italy. Then, the system was developed in the last quarter of the sixteenth century and starting to get into the lands of Islam in the late nineteenth century. So it's not in the days of the Apostle is not found, then it did not find a clear legal texts conventional bank interest. In fact, in the classical and medieval literature was not found.As a way of life throughout the ages, Muslims must have an attitude towards bank interest. One thing to keep in mind, that the proposition of law in Islam is not only the Qur'an and Hadith. In addition there is ijma, qiyas (analogy), mashlahah mursalah, istihsan, istishhab, uruf, shar `u man qablana, and opinions companions of the Prophet, more than that, in determining the law, Islam has a number kaedah that can be used to resolve cases that arise in society. In applying this postulate and kaedah scholars who use ijtihad they sometimes end up with perebedaan opinion. Therefore, the law of bank interest also differences of opinion. Although it has long been many scholars who Why haramkannya, but there is still the beholder is not the same as usury. For example, Muhammad Baiba, Yusuf al-Qaradawi, Abu al-A `la Al-Mawdudi, H.Nukman Solomon, H. Hamdan Abbas, and a number of scholars have long looked at the man with usury bank. However, Rashid Rida, A. Hassan, and M. Qjuraish Shihab saw them differently so the law is different. In fact, in the own MUI SU Tk.I bank interest legal issues discussed in 1985 and 2003 and the results still do not agree on keharamannya. However, with the release of the MUI fatwa on prohibition Central bank interest rates in 2003, the entire area subject to level of MUI MUI fatwa center, including the MUI Tk.I SU.C. Fatwa and Consensus On Bank InterestApart from the opinions of the scholars regarding the prohibition of interest in private banks, has formed several fatwas and consensus on the prohibition of bank interest, both domestically and abroad. For example, the Institute of Islamic Al-Azhar (Majma `al-Buhuts al-Islamiyah al-Azhar) Egypt has long had reached consensus on the prohibition of bank interest. In 1965 more than 350 clerics and Islamic law experts from around the world perform the assessment at the University of al-Azhar. Apparently they also came to the conclusion that bank interest riba prohibited in Islam. In 1985, the Fiqh Academy OIC countries also concluded prohibition of bank interest. In 1979 Dar al-Ifta Saudi Arabia; Fiqh Academy in 1986 the Muslim World, and in 1999 Pakistan Sharia Court finds everything about illicit bank interest. Eighteen decisions fatwa from the mufti of Egypt since 1907 until 2002 almost seluruhynya forbid bank interest.In the organization, in 1991 Persis has determined that bank interest is haram. At the Congress in Dublin in 1992, NT NU Nahdhatul Ulema asked to seek a bank that does not have an element of the forbidden. In 1998, Muhammadiyah has determined that the law of doubtful bank interest should be avoided. In 2001, Al-Washliyah set including bank interest and usury laws haram.Terakhir, in 2003 the national MUI issued a fatwa on prohibition Central bank interest.D. Validity MUI Fatwa CenterAgency in charge of law in MUI Fatwa Commission is. Fatwa Commission is composed of clerics and Islamic law experts. MUI fatwa on prohibition of bank interest agreed upon by the heads or head representing all regions of the fatwa commission and representatives of Islamic organizations, such as NU, Muhammadiyah, and Al-Washliyah. Therefore, the participants who decided fatwa `astral conjunction is competent persons from the academic angle and have legal authority in the organizational field then their ijtihad in the form of a fatwa is valid law. In fact, before this fatwa out on a national scale, the scale of international fatwa had been repeatedly removed at various times, as described earlier. Therefore, the objection of some people about the fatwa is not necessary to raise doubts. Moreover, the objection was indeed the emergence of the people known secular way of thinking, of course, need not be considered.Then, in fact also been clear how fragile the system of interest. Journey conventional banking in Indonesia is quite tiring. We do not know how long the banking restructuring program that implements the system of interest takes place. Although much has been liquidated, but that still live on a national burden. In contrast, Islamic banks so far no one has burdened the country and tend to develop.Historically, began sharing system in Pakistan and Malaysia in the 1940's in terms of the management of Hajj. In the embryonic form of Islamic banking began in Egypt in the decade of the 1960s in the form of a kind of rural financial institutions unit. In 1975 there stood the Islamic Development Bank (IDB) which is now much help Islamic institutions in the world, including education and agriculture. Islamic banking institutions continue to evolve so that at the end of 1999 there were 200 pieces worldwide, including Europe, America, and Australia. In 1992, the Islamic banking system began to be implemented in Indonesia based on Law no. 7 of 1992. Now, the conventional banks themselves have a lot of open division sharia everywhere. This is part of the evidence of benefit is contained in the Islamic banking system.

No comments:

Post a Comment